Sabtu, 07 November 2009

Strategi Gender Dalam Organisasi, Sebuah Teori

Langkah-langkah yang akan anda perlukan untuk mengembangkan dan melaksanakan strategi gender bagi organisasi anda akan bervariasi dari satu organisasi denga oraganisasi lain, namun umumnya akan menyangkut hal-hal berikut ini:

I. Di dalam Organisasi

1. Mempelajari kembali visi dan missi lembaga
2. Komitmen dari pimpinan senior lembaga mencerminkan dukungan, kepemimpinan dan tanggung jawab pada pelaksanaan strategi gender yang lebih luas dalam organisasi
3. Mengembangkan kebijaksanaan dan petunjuk tentang gender dalam organisasi secara tertulis dan disahkan lembaga
4. Alokasi waktu staf untuk pengembangan dan pelaksanaan strategi gender
5. Mengembangkan kebijakan tentang kesempatan yang sama bagi semua staf mencakup prosedur perekrutan, pemecatan, teknik wawancara, kondisi kerja antara staf tetap dan kontrak, persamaan dalam upah dan kondisi kerja, promosi, pengembangan sumber daya manusia, dan perlakuan secara umum terhadap staf
6. Mengembangkan iklim kerja yang kondusif bagi perempuan, dari sudut pandang keamanan kerja dan dari praktek ketenagakerjaan yang tidak mendiskriminasi perempuan berdasarkan status perkawinan dan keluarganya
7. Melakukan analisa terhadap posisi struktural dan hirarkis antara perempuan dan laki-laki dalam organisasi, serta melakukan tindakan untuk membuat lebih seimbang dan menambah jumlah perempuan pada posisi senior
8. Mempelajari lingkungan/budaya dalam organisasi untuk memastikan bahwa hal itu sensitif gender
9. Melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan baik yang formal maupun yang tidak formal
10.Melaksanakan pelatihan penyadaran gender bagi semua orang kunci baik perempuan maupun laki-laki
11.Menggunakan bahasa dan praktek komunikasi yang sensitif gender

II. Dalam Proyek

1. Memberikan pelatihan untuk staf lapangan dan staf lainnya dalam pendekatan gender
2. Mengidentifikasi semua elemen proyek untuk memastikan bahwa semuanya telah memasukkan isu gender
3. Mempelajari TOR proyek untuk memastikan bahwa TOR tersebut telah memasukkan isu gender secara efektif
4. Membagi tugas tanggung jawab langsung dalam isu gender bagi staf yang menaruh perhatian pada hal ini
5. Mempergunakan teknik partisipatif dalam pelatihan dan aspek lainnya dalam siklus proyek
6. Mengintegrasikan komponen gender dalam semua aspek proyek dan tidak hanya dalam ”proyek perempuan” serta penolakan terhadap pelaksanaan sekedar penambahan komponen perempuan dalam proyek
7. Melakukan kerja sama dengan rekan kerja untuk meningkatkan sensitivitas gendernya
8. Melakukan pemantauan terhadap dampak bagi perempuan dan laki-laki pada setiap tahapan proyek
9. Mempekerjakan konsultan gender dan orang yang mendukung isu gender

Anda juga bisa mempergunakan kedua daftar diatas sebagai sebuah daftar pertanyaan untuk mengetahui apakah organisasi anda atau organisasi lainnya sudah sensitif gender.

(diambil dari ”Manual Gender untuk Proyek Pembangunan dan Organisasi di Indonesia”, Women’s Support Project - CIDA).

Melihat secara kritis Pemikiran Amina Wadud Mukhsin (Sebuah Pengantar)

Suatu sistem kehidupan tidak dapat dianggap seimbang dan “baik”
jika mengabaikan salah satunya,
baik laki-laki maupun perempuan harus dapat bekerja sama secara “simbiotik-mutualistik”
jika menginginkan system kehidupan yang harmoni,
dan itulah semangat (spirit) yang hendak diberikan al-Qur’an.
(Amina Wadud Muhsin, Qur’an and Women)


(Mencoba Mengintip Secara Kritis Pemikiran Amina Wadud Mukhsin )
Apa yang diungkapkan oleh Amina Wadud diatas secara terang-terangan mengandung arti bahwa isu klasik mengenai perbincangan gender dalam Islam harusnya sudah terselesaikan. Namun diakui ataupun tidak dehumanisasi terhadap perempuan pernah terjadi dalam sejarah manusia (baik dunia barat ataupun timur “termasuk dalam dunia Islam”). Hal ini menjadi sangat aneh (menurut Amina) karena al-Qur’an yang seharusnya selalu menjadi patokan utama gerak umat islam pada dasarnya sanggat menghargai wanita dan laki-laki dalam satu garis yang equal (al-Musawah).
Amina Wadud dlm buku Pemikiran Islam Kontempoler mensinyalir hal seperti itu sangat besar kemungkinan adanya, karena bias gender dalam penafsiran al-Qur’an yang kebanyakan didominasi oleh laki-laki. Ia beranggapan bahwa kebenaran penafsiran itu sangat relative, banyaknya para penafsir yang saling bertentangan padahal semuanya merujuk pada al-Qur’an menjadikannya semakin yakin akan hal itu. Berangakat dari asumsi itu dan doktrin salikhu likulli zaman wa al-makkan maka mau tidak mau al-qur’an harus selalu ditafsirkan seiring dengan akselerasi perubahan dan perkembangan zaman. Hanya saja hal seperti itu memang masih tergoleng langka, seperti yang dikatakan Akron bahwa umat islam masih cenderung suka mengkonsumsi al-Qur’an sebagai bacaan ibadah bukan kajian ilmiah…
Dari bukunya al-Qur’an and Woman secara singkat dapat disebutkan “beberapa” letupan pemikiran Amina diantaranya:
1. Tidak ada penafsir yang benar-benar objektif.
Bagaimanapun mufasir terpengaruh oleh prior texts (sesuatu yang membentuk prespektif mufasirnya), dan itu artinya mufasir kapanpun tidak hanya memproduksi makna teks asli, namun ia juga memproduksi makna baru. Namun disisilain ia juga mengakui bahwa hal itulah yang membuat teks itu hidup dan memiliki makna di setiap zamannya. Tak mengherankan jika teks yang tunggal itu ketika dibaca akan menghasilkan “hasil” yang berbeda-beda. Amina menyayangkan mengapa sampai saat ini tidak ada metode penafsiran yang dapat dikatakan setandar objektif..? menski disisi lain ia juga mengakui hal itu tidak mungkin, namun minimal lebih objektif. Untuk yang terakhir itu Amina sepakat dengan gagasan Fazlurrahman yang menyatakan bahwa Mufasir harus dapat kembali pada prinsip dasar dalam al-Qur’an sebagai kerangka paradigmanya. (Padahal bagaimana prinsip dasar itupun masih dipertanyakan). Seorang mufasir harus faham Sosio kultur untuk dijadikan word view.
2. Katagorisasi penafsiran al-Qur’an.
Amina menyatakan bahwa beberapa penafsiran-penafsiran yang sudah dilakukan abad ini setidaknya dapat dikatagorikan menjadi tiga corak: Tradisional, Reaktif, dan Holistik.
Tradisiona, diartikannya bahwa Mufasir menggunakan pokok bahasan tertentu sesuai dengan minat dan kemampuannya. Model ini, menurut Amina bersifat Atoistik dan bersifat parsial hal itu diyakininya dapan menjadikan sang mufasir tidak dapat menerima ide dasar al-Qur’an. Lebih dari itu tafsir ini juga dikatakan bersifat eksklusif (hanya oleh satu orang saja, dan kebanyakan laki-laki) sehingga kesaaran dan pengalaman kaum laki-laki saja yang terakomodir didalamnya.
Corak Tafsir Reaktif, kurang lebih hanyalah reaksi para pemikir modern terhadap sejumlah hambatan-hambatan yang dialami dan disinyalir berasal dari hasil penafsiran al-Qur’an. Lemahnya, sampai saat ini (menurut Amina) tafsir model ini masih cenderung “kurang disertai analisis yang komperhensif terhadap ayat-ayatnya”. Akibat fatalnya adalah meskipun semangat yang dibawa para Mufasirnya adalah liberation namun hasilnya justru tidak sesuai dengan nilai-nilai dan ideology Islam.
Corak tafsir Holistik, menurut Amina model ini menggunakan seluruh seluruh metode penafsiran dan mengaitkannya dengan berbagai persoalan social, moral, ekonomi, politik, termasuk isu-isu perempuan yang muncul. Sebenarnya model ini mirip dengan model yang ditawarkan oleh Fazlurrahman dan al-Farmawi, menilik pendapatnya Rahman bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan dalam waktu tertentu (dengan keadaan umum dan khusus yang menyertainya) akan menggunakan ungkapan yang relative sesuai dengan situasi yang mengelilinginya. Karenanya ia tidak dapat jika hanya direduksi atau dibatasi oleh situasi historis pada saat diwahyukan saja.
Dengan semboyan yang sama itu Amina berpendapat bahwa usaha memelihara relevansi al-Qur’an dengan perkembangan kehidupan manusia, al-Qur’an harus terus dikaji ulang. Lagi-lagi idenya sama atau minimal senada dengan pemikiran orang lain, dalam hal ini “Sayhrul” dengan bukunya al-Kitab wal Qur’an Qira’ah Mu’asirah. Sayahrul juga menerangkan bahwa penyikapan terhadap al-Qur’an seperti itu merupakan konsekwansi logis dari doktrin yang menyatakan Salikh li kulli Zaman wa al-Makkan. Oleh karena itu hasil penafsiran harus selalu terbuka untuk dikritisi setiap saat tampa terkecuali pemikiran penafsiran Amina Wadud Mukhsin ini. Janagn sampai terjadi apa yang dikatakan oleh Akroun “sakralisasi pemikiran keagamaan”.


Bersambung………….

Bergunakah keberadaan “Emosi” dalam diri manusia….??

Keberadaan “Emosi” pada diri seorang manusia merupakan suatu fitrah baginya, Sebagai sesuatu yang Wajar yang sifatnya Niscaya / Pasti ada pada manusia, maka setiap orang mempunyai apa yang namanya Emosi itu. Secara pribadi hal itu bisa kita amati pada diri sendiri molai dari bangun tidur pada pagi hari sampai tidur lagi pada malam hari (bahkan pada orang lain). Dari proses bagung tidur sampai tidur lagi kita mengalami macam-macam pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi. Misal pada saat makan pagi bersama keluarga kita merasa gembira atau dalam perjalanan menuju kampus kita merasa jengkel karena hujan, becek ga’ ada ojek. Sudah itu pas sampai kampus kita merasa malu karena datang terlambat dan seterusnya dan seterusnya. Semua hal itu (baik Gembira, Mutung/Jengkel) pada dasarnya marupakan wujud emosi kita. Lantas apakah emosi itu?.

Menurut William James, “Emosi adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek tertentu dalam lingkungannya”. Sedang Menurut Crow & Crow, Emosi adalah “sesuatu yang bergejolak dalam diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan”.

Berangkat dari sampel definisi terhadap “Emosi” yang diungkapkan oleh tokoh psikologi William James, Crow & Crow dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa emosi tidak selalu jelek (Mutung, Nesu, Ngamuk, atau apalah..???) Karena ternyata, Emosi itu tidak lain merupakan “suatu keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu / khusus dan cenderung ketika emosi itu muncul/terjadi akan sangat berkaitan dengan perilaku yang mengarah terhadap sesuatu hal (ekspresi Emosi)”.

Sudah sampai sini saya mau Tanya dulu: sudah sepakat dan bias diterima belum makna “Emosi” seperti yang saya sampaikan diatas….??
Kalau sudah satu frem, Lantas adakah manfaat dari “Emosi”…???
Jika kita tinjau menurut beberapa pendapat, maka sedikitnya ada beberapa macam Emosi (saya tekankan untuk yang berpengaruh secara luas/bias dirasakan dan diketahui orang lain):
1. Emosi adalah pembangkit energi.
Tanpa emosi kita tidak sadar akan perasaan kita sendiri (meski terkadang ketika emosi negative mencuak-cuak dalam diri kita, seringkali kita juga tidak sadar pada realitas social) namun yang jelas ketika kita sudah tidak lagi memiliki ekpresi perasaan maka yang tergambar dalam benak saya (penulis sendiri) hidup kita menjadi tidak berwarna dan tidak memiliki nuansa manusia secara fitrahnya yang mampu merasakan senang, sakit hati, dll. Hidupnya seperti mati, karena “hidup berarti merasai, mengalami, bereaksi, dan bertindak”. Karena dengan ke-Lima hal itulah (minimal) mampu membangkitkan atau memobilisasi energi kita, Marah (semisal) ternyata mampu menggerakan kita untuk menyerang. Takut menggerakan kita untuk lari, mencari titik aman. Cinta mendorong kita untuk mengasihi, menyayangi, menghargai, menghormati, dan menjaga.

2. Emosi sebagai Messenger.
Maksudnya adalah emosi ternyata dapat juga berperan sebagai pembawa informasi. Bagaimana diri kita atau apa sesungguhnya sesungguhnya yang terjadi pada objeh (person) ini..?? contoh pertanyaan yang bias dijawab atau minimal sedikit dapat diketahui dari emosi kita. Jika marah berarti ada yang membuat jengkel pada kita, jika sedih berarti kita sedang kehilangan sesuatu yang kita senangi dll.

Namun ada manusia yang dengan lihainya mampu memainkan emosi. Sehingga ketika sedih sekalipun ia mampu tersenyum (meski pastinya berbeda dengan senyum yang tulus). Lantas apa yang dapat dijadikan tolak ukur untuk menghadapi orang macam ini…??
Susah memang, tapi adakalanya manusia tidak dapat menyembunyikan sifat aslinya, dan yang dapat kita lakukan untuk tau hal itu ya,, mengamati sejalan dengan perkembangan waktu. Itu saja saya piker, waktu yang akan menunjukkan fakta sebenarnya.

Tidak sampai disitu, ternyata Emosi bukan saja sebagai pembawa informasi dalam komunikasi intra personal. Berbagai penelitian membuktikan bahwa unkapan emosi dapat dipahami secara universal. Dalam retorika diketahui bahwa pembicara yang menyertakan seluruh emosi dalam pidato dipandang lebih hidup, nyaman dan meyakinkan.

Emosi juga memberikan informasi tentang keberhasilan kita. Kita mendambakan kesehatan dan mengetahiunya ketika kata merasa sehat. Kita mencari keindahan dan mengetahui bahwa kita memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan estetis dalam diri kita.
Jika kembali pada pertanyaan diatas, saya sendiri menyatakan “Emosi” itu berguna, dan jangan sampai dihilangkan secara keseluruhan dari dalam diri manusia. Karena menghilangkan secara keseluruhan berarti sama saja membunuh karakteristik identitas fitrah manusia. Hanya saja yang perlu digaris bawahi adalah pengendalian terhadap emosi tersebut.

Selasa, 06 Oktober 2009

Sekedar Wacana Sosial Teologis Perempuan

Oleh: Kukuh Budiman.

Berbicara masalah perempuan dewasa ini seringkali dimaknai sebagai pembicaraan isu kesetaraan gender. Padahal tidak semestinya selamanya seperti itu, karena kesetarann gender itu bukan hanya untuk perempuan, tapi juga laki-laki. Fenomena masyarakat dalam menangkap kesan pertama diatas dapat kita fahami karena pembedaan-pembedaan dan kecenderungan kesana memang sangat besar bahkan semakin mengauat dari masa kemasa. Begitu juga halnya dengan tulisan pengantar wacana sosial teologis perempuan ini tidak akan lepas dari isu-isu gender. So…. Perlu juga kita membicarakan (meski secara singkat saja mengenai gender ini). Dari beberapa macam kasus pemaknaan gender kita dapat menggolongkan dalam beberapa garis pemaknaan: Gender sebagai sebuah istilah, Gender Sebagai Suatu Fenomena, Gender Sebagai Sebuah Kesadaran, Gender Sebagai Sebuah Persoalan, Gender Sebagai Sebuah Alat Analisis.

Gender sebagai sebuah istilah khusus, Dalam ilmu sosial gender dimaknai sebagai perbedaan yang digolongkan dengan garis jenis kelamin. Jadi gender ialah pembedaan laki-laki dan perempuan (baik sifat, status, peran, kesempatan, dst). Jika benar begitu adanya, dalam artian yang merupakan konstruksi/bentukan sosial maka sifatnya adalah tidak bersifat permanen. Berbeda dengan jenis kelamin (saja/ laki-laki perempuan) yang merupakan kodrat/given dan bersifat abadi.

Gender sebagai suatu fenomena sosial-budaya ini juga berarti Gender sebagai sebuah fenomena/gejala yang bersifat kultural dan relatif, dibangun secara sosial dan menjadi budaya, sangat mungkin karena unsure perbedaan biologis.
Gender sebuah kesadaran, Kesadaran bahwa pembedaan, pensifatan atau pelabelan yang diturunkan/akibat dari perbedaan seksual laki-laki dan perempuan adalah pembedaan yang bersifat sosio-kultural/social construction.

Gender persoalan sosial-budaya, Terkadang isu-isu gender menjadi persoalan karena melahirkan ketidaksetaraan (antara laki-laki dan perempuan) yang memunculkan ketidakadilan gender/ ketidakadilan pada jenis kelamin tertentu (dalam kasus ini, hamper disetiap belahan dunia perempuanlah yang menjadi kaum under clas), dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotipi, kekerasan, atau beban ganda.
Gender alat analisis/tool of analysis, Gender sebagai sebuah alat/konsep untuk menganalisis fenomena sosial yang terkait dengan isu gender. Dengan menggunakan parameter: Akses, Kontrol, Partisipasi, dan Manfaat.

It’s ok apa pun itu konstruk pemikiran kita mengenai gender tidak terlalu bermasalah “setidaknya untuk kali ini saja”. Dalam tulisan kali ini saya tidak ingin membahas panjang lebar mengenai gender (secara khusus) karena insya Allah akan ada pembacaan khusus tentang itu. Apa yang digolongkan diatas itu hanya bertujuan sebagai pengantar atas kegiatan yang dilakukan secara sistematik untuk mengidentifikasi dan memahami pola pembagian kerja dan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan, ketimpangan dalam pola relasi keduanya, serta dampak yang berbeda dari kegiatan pembangunan terhadap laki-laki dan perempuan, terutama dalam wilayah social, dan yang lebih menjadi focus dalam tulisan ini adalah perempuan.


Perempuan Dalam Struktur Sosial

Ashgar Ali Engineer pernah mengajukan suatu gagasan yang sangat menarik saya kira. Gagasan itu adalah mengenai pembacaan yang kritis terhadap muatan-muatan ajaran Islam dalam Al-Qur’an yang membicarakan tentang perempuan. Hal ini dipicu oleh adanya ketimpangan dalam wacana teologi Islam yang tidak saja melahirkan perlakuan yang kurang adil terhadap perempuan dalam kehidupan sosial dan kultural, tetapi secara simultan mengakibatkan terjadinya pengkerdilan nilai-nilai kemanusiaan dalam ajaran Islam.

Wacana teologi yang telah menjadi kajian besar terutama di lingkungan masyarakat Islam, telah mengakibatkan adanya disorientasi teologis karena menguntungkan satu pihak dan merugikan bahkan mengeksploitir pihak-pihak yang lain. Corak teologi semacam ini disinyalir sangat mungkin muncul karena adanya hegemoni system pengetahuan dan pemahaman yang "salah" yang entah mengapa dalam sejarah (kecuali yang tertentu) selalu berada dibawah otoritas kaum laki-laki.

Ada dua sasaran kritik teologi gender. Pertama diarahkan pada bias sosio-antopologis sebagai sebuah akibat dari kuatnya budaya patriarkhi. Kedua pada anggapan yang mendasari produk pemikiran teologis tentang posisi dan peran wanita. Terhadap kajian wacana yang ke-dua, dalam teologi gender sering dianggap sebagai sebuah wacana yang terbuka atas penafsiran “tidak mati dan kaku”. Jadi dasar-dasar teologis tidak dimaknai secara leterlek begitusaja dan sudah lengkap dengan segala asesorisnya, sehingga tidak terbuka pintu bagi manusia untuk memahaminya dan menafsirkannya (sering diistilahkan dengan: Pintu ijtihad yang tertutup).

Dengan pendekatan Hermeneutika, telogi gender seringkali mengembangkan kajian teks yang bersifat historis dan kritis. Dengan langkah-langkah ini teologi gender tidak berhenti pada kritik saja, tapi lebih jauh ingin menawarkan pandangan dan solusi yang juga berangkat dari agama itu sendiri tentang posisi dan peran perempuan yang lebih berimbang dan humanis. Selanjutnya pada tataran praktis-operasinal pandangan tersebut akan mengimplikasikan terjadinya perubahan sosial (struktural).

Dalam kritik teologi gender, setidaknya kita bisa dapat gambaran bahwa kuatnya budaya patriarkhi pada gilirannya akan melahirkan pengaruh yang sangat besar terhadap terbentuknya wacana sosial yang relevan dengan kenyataan budaya. Sehingga menjadi wajar bila eksistensi perempuan kurang mendapat perhatian dalam diskursus teologis. Kalaupun diangkat menjadi tema-tema pembicaraan teologis, wanita masih seringkali dipersepsi sebagai yang subordinat, karena semata-mata ingin mempertahankan superioritas kaum laki-laki (terkadang…..)

Dari kritik terhadap bias sosio-antropologis tersebut, teologi gender juga mengajukan kritik terhadap kesalahan dalam memahami teks-teks kitab suci yang disebabkan oleh asumsi dasar yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara teologis. Menurut Riffat Hasan ada tiga asumsi dasar yang telah lama digunakan dalam tradisi pemikiran teologi dilingkungan umat Islam.

Pertama; Hawa diciptakan Allah dari tulang rusuk laki-laki, maka seringkali muncul pemahaman denga sendirinya kalau perempuan itu diyakini sebagai mahluk yang secara ontologis adalah sekunder.

Kedua; Bahwa perempuan --bukan laki-laki-- yang seringkali diyakini merupakan penyebab utama tergelincirnya Adam dari surga atau yang kita kenal sebagai dosa manusia atau terusirnya manusia dari surga, karena itu semua anak perempuan Hawa harus diperlakukan dengan rasa lebih kecil.

Ketiga; Bahwa perempuan diciptakan pada dasarnya adalah untuk laki-laki, oleh karena eksistensinya hanyalah pelengkap. Asumsi-asumsi seperti telah begitu jauh mempengaruhi pemahaman sebagian umat islam terhadap teks al-Qur’an yang sebenarnya menyatakan kesetaraan manusia bukan pengsuperioran laki-laki.

Tuhan menyebut seluruh umat manusia dimuka bumi sebagai khalifah. Tidak ada yang menbedakan diantara manusia, golongna dll dimata Allah kecuali ke-Taqwaannya. Dengan demikian dalam kehidupan sosial tidak ada perbedaan karena adanya kualitas penciptaan secara biologis. Demikianlah kita telah melihat kritik teologi gender telah menyentuh persoalan yang demikian luas dan mendasar. Dikatakan demikian karena teologi gender tidak saja terbatas pada analisis struktural tapi telah memasuki persoalan yang mendasar, yang berkaitan dengan pandangan dunia masyarakat tentang hubungan laki-laki dan perempuan yang dikembangkan berdasarkan pada pemahaman teks-teks Kitab suci.

Apa yang ditawarkan dalam kajian gender dengan mengambil acuan pada wacana teologi akan memberikan peluang tumbuh kembangnya diskursus teologi yang bersifat emansipatoris, tidak saja untuk kaum hawa, tapi untuk semua umat manusia.

Rabu, 12 Agustus 2009

Mendekati puasa

Assalammualaikum.........

Selamat datang, inilah alamat Blog saya yang baru setelah yang pertama sempat terlupakan karena berbagai aktivitas.
Ditengah aktivitas yang hampir sampai ujungnya saya sempatkan membuat Blog ini, harapannya bisa menjadi kenang-kenangan akhir periode.........

Tidak banyak yang ingin penulis torehkan disini, yang pertama cuman mau menyampaikan kenapa blog ini diberi nama Arrayan. Sekedar pernah dengar bahwa Arrayan itu adalah salah satu pintu masuk surga yang dikhususkan bagi para ahli puasa.

Tak jauh dari puasa itulah akun ini dibuat, karenanya (Dengan harapan tulisan-tulisan yang akan saya cantumkan disini nantinya akan berbau pintu). Pintu beratri tempat untuk masuk dan keluar secara wajar, pintu juga yang berarti Buka / Tutup, membuka wawasan / menutup kebodohan. dan sederet pemaknaan terhadap pintu (Terserah kamu mau memaknai apa).

Begitu juga Puasa....... Akan sangat panjang dan habis uangku buat bayar warnet kalau q paksakan untuk menulisnya secara gamblang. Terserah kamu mau memaknai puasa itu apa, yang jelas harus ada landasannya (Refrensinya yang jelas.....)

Wassalammualaikum.......

Rabu, 07 Januari 2009

Kajian Hadis Wudhu dan Mandi

PENDAHULUAN

Islam merupakan agama yang membawa setiap individu muslim untuk selalu memperhatikan tentang kesucian atau kebersihan. Masalah kesucian dan kebersihan dalam sudut pandang Islam itu terbagi menjadi dua macam, dan keduanya harus diperhatikan baik itu kebersihan dalam artian jasmani maupun rohani. Salah satu cara membersihkan rohani melalui ritual-ritual keagamaan seperti shalat, zakat, haji dll. Shalat adalah rirual rutin yang hukumnya wajib bagi semua muslimin-muslimat dimanapun berada.

Ada satu hal yang penting sebelum melakukan ritual tersebut (beberapa konsekuensi Islam yang semestinya dilakukan oleh setiap muslim), yaitu taharah, dari Ibnu Umar dia mengatakan bahwa di mendengar Nabi Saw bersabda yang artinya Tidak diterima shalat yang dilakukan tanpa bersuci". Thaharah ada dua macam: taharah dengan air, dan taharah dengan debu1, adapun tahatrah dengan air yaitu wudhu' dan mandi, sedangkan dengan debu yaitu tayamum. wudhu' Mengerjakan shalat dengan bersuci adalah bentuk pengagungan kepada Allah Swt.

Untuk mengetahui pengertian pembahasan mengenai wudhu', ada baiknya kita menddefenisikan terlebih dahulu. Wudhu'. Wudhu' secara etimlogis berasal dari kata Al-Wadha'ah, yang artinya kebersihan dan kecerahan. Kata wudhu' dengan mendhammahkan waw adalah perbuatan wudhu', sedangkan dengan memfatahkan waw (wadhu') adalah air untuk berwudhu'2. Adapun hadis-hadis tentang wudhu', tatacaranya, dan sedikit menyinggung tentang hal-hal yang mewjibkan mandi akan jelaskan melalui pembahsan berikutnya. 



PEMBAHASAN


A. Makna Wudhu’

Para ulama telah banyak mendefenisikan tentang wudhu’. Hal itu tentu tidak lepas dari urgensi Wudhu’ yang pada dasarnya merupakan salah satu amal yang inti dalam proses ritual peribadatan, Secara etimologi wudhu berasal dari kata Al-Wadha’ah, yang mempunyai arti “kebersihan dan kecerahan”. Sedangkan menurut terminologi wudhu adalah “Menggunakan air untuk anggota-anggota tubuh tertentu (yaitu wajah, dua tangan, kepala dan dua kaki) untuk menghilangkan hal-hal yang dapat menghalangi seseorang untuk melaksanakan shalat atau ibadah yang lain”.

Selain sebagai sarana untuk bersuci, wudhu sebenarnya adalah “pelajaran” yang sederhana untuk bersyukur. Namun sayangnya aspek ini sering terabaikan karena kita sendiri sering terfokus hanya terhadap tahapan prosesi wudhu itu sendiri tampa mencoba memaknai lebih lanjut3. Pada dasarnya wudhu’ ini tertera dalam surat Al-Maidah ayat 6 :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki (QS.Al-Maidah : 6).

Jika hanya sampai situ, semua ulama itu sepakat dan bulat. Tapi para ulama bersilang pendapat (ikhtilaf) tentang pola urutan dalam berwudhu'. Sebahagian mazhab mengatakan bahwa pola urutan berwudhu' itu wajib dilaksanakan sebagaimana termaktub dalam ayat diatas, yaitu dimulai dari membasuh wajah dan diakhiri dengan membasuh kaki. Tapi sebahagian lainnya menganggap tidak wajib (sunnah) berwudhu' menurut urutan tersebut.


B. Hadis-hadis tentang wudhu, sunah-sunahnya, tata caranya, dan Wudlu Ala Nabi menurut Sahabat.


a.Dalil wajibnya niat wudlu

حدثنا الحميدي عبد الله بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصاري قال أخبرني محمد بن إبراهيم التيممي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ( إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما جاهر إليه


Artinya :
“Menceritakan padaku Hamidi Abdullah bin Zubair berkata menceritakan pada kami Sufyan berkata menceritakan pada kami Yahya bin Sa’id Al-Ansary berkata dari Muhammad bin ibrahim At-Tamimy dari Waqas Al-Lais dari umar ibn khathab, ia berkata: aku mendengar Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya amalan-amalan itu (harus) dengan niatnya dan sesungguhnya bagi seseorang adalah menurut apa yang ia niatkan, oleh karena itu barang siapa yang hijrahnya itu karena Allah dan Rasulnya, maka berarti hijrahnya itu adalah untuk Allah dan Rasulnya, dan barang siapa hijrahnya karena dunia yang hendak ia perolehnya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hasil dari hijrah itu adalah menurut apa yang ia hijrahkan. (HR. Jama’ah)

Hadis ini merupakan salah satu dari sekian banyak kaidah-kaidah Islam Islamiah dan merupakan kaidah yang sangat radikal dalam setiap amal perbuatan. Sehingga (meminjam istilahnya Ibn Taimiyah) permasalahan atau kaidah niat ini disebut sebagai sepertia ilmu.4 Demikian juga dikuatkan oleh al-hafidz Ibn Hajar menyatakan bahwa para ulama telah satu kata menyatakan Niat sebagai syarat dalam segala tujuan5. Meskipun begitu masih ada ikhtilaf tentang perantara-perantaraannya, para ulama Hanafiyah misalnya masiih berbeda pendapat mengenai Niat sebagai syarat bagi wudlu.

An Nawawi berkata: Niat adalah disengaja, yaitu kemauan hati yang sangat keras. Pernyataan dan sesungguhnya bagi seseorang adalah menurut apa yang ia niatkan, menurut Ibn Taimiyah ini menunjukkah bahwa Niat itu menjadi syarat dalam setiap amalan, dan setiap amalan yang dilakukun tampa niat (tidak disengaja) maka amalan tersebut dianggap tidak sebagai amalan mestinya.6

b.Membaca Basmallah.

عَن أبِي هُرَيرَةَ عن النَّبِي صلى الله عليه و سلم قال : لاَصَلاَةَ لِمَن لاَوُضُؤَلَهُ وَلاَوُضُءَلِمَنْ لاَ يَذْكُرُ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَي عَلَيهِ ( روه احمد وابوداود و ابن ماجه )

Artinya :
“Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: Tidah ada shalat bagi orang yang tidak wudlu, dan tidak ada wudlu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah swt atasnya. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah).

Ibn Taimiyah menyatakan bahwa hadis ini menunjukkan wajibnya membaca basmalah ketika berwudlu. Dan beberapa ulama ahli bait juga berpendapat wajib dan fardu membaca basmalah.7 Namun tatap saja ada perbedaan pendapat dikalangan ulama terutama mengenai basmalah itu apakah merupakan suatu fardu’ secara mutlak ataukah terkecuali untuk orang-orang yang ingat saja..?

c.Mencuci Kedua Tangan.

قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا عَلِىُّ بْنُ حَفْصٍ وَحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالاَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ سَالِمٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ يُحَدِّثُ عَنْ جَدِّهِ أَوْسِ بْنِ أَبِى أَوْسٍ أَنَّهُ رَأَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَتَوَضَّأُ فَاسْتَوْكَفَ ثَلاَثاً

Artinya :
“Berkata Mneceritakan pada kami Abdullah dari Abi dari Ali bin Hafs dan Husain bin Muhammad Berkata menceritakan pada kami Syu’bah dari Numan bin Salim berkata saya mendengar Ibnu Amri bin Uwais meriwayatkan dari kakeknya Aus bin Aus Ats Tsaqafi berkata: aku pernah melihat Rasulullah saw wudlu’ beliau mencuci tangannya tiga kali (HR. Ahmad dan Nasa’i)

Para ulama berpendapat bahwa hadis ini merupakan salah satu dari tatacara wudlu yang kebanyakan menyatakan sebagai sunahnya8, disisi lain Imam Ahmad missal berpendapat bahwa mencuci tanga itu menjadi wajib karena dikhawatirkan tangannya terkena najiz ataupun jika baru bangun tidur. Dengan rasionalisasi jika kita baru bangun tidur kita tidak tau selama tidur tangan kita menyentuh apa saja sehingga bila bangun tidur langsung wudlu dalam artian langsung memasukkan tangan kedalam bejana air yang digunakan untuk wudlu dikhawatirkan air bejana itu menjadi najis. Hal ini dikuatkan dengan hadis Nabi:

وحدثنا نصر بن علي الجهضمي وحامد بن عمر البكراوي قالا حدثنا بشر بن المفضل عن خالد عن عبدالله ابن شقيق عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه و سلم قال إذا استيقظ أحدكم من نومه فلا يغمس يده في الإناء حتى يغسلها ثلاثا فإنه لا يدري أين باتت يده

Artinya : Menceritakan padaku Nashir bin ali dan Hamid bin Umar Al-Bakrawy berkata saya mendapatkan hadis dari Basyir bin Mufadhal dari Khalid dari Abdullah bin Syiqaq dari Abu Hurairah bahwa Rasulullahsaw bersabda: Apabila salah seorang dari kamu bangun dari tidurnya, maka janganlah memasukkan tangannya kedalam air sebelum mencucinya tiga kali, karena ia tidak tau dimana tangannya duletakkan (HR.Jamaah, namun dalam riwayat Bukhari tidak disebutkan jumlah bilangannya).

d.Berkumur dan Menghisap Air Lewat Hidung.

حدثنا سفيان عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة يبلغ به النبي صلى الله عليه و سلم قال إذا استجمر أحدكم فليستجمر وترا وإذا توضأ أحدكم فليجعل في أنفه ماء ثم لينتثر

Artinya :

“ Menceritakan Sufyan bin Abi Zinad dari Al-A’raj dari Abu Hurairah bahwasannya Nabi saw bersabda: apabila salah seorangdiantara kamu berwudlu maka isaplah air melalui hidung lalu semburkanlah. (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim)

Sabda Rasulullah saw yang memerintahkan berkumur dan menghisap air kehidung itu menurut Mushanif Rahimatulullah hadis ini menunjukkan sunahnya Iatinsyak (menghisap air kehidunga).


e.Sunahnya Menyela-nyela Jenggot.


حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ بْنِ أَبِى الْمُخَارِقِ أَبِى أُمَيَّةَ عَنْ حَسَّانَ بْنِ بِلاَلٍ قَالَ رَأَيْتُ عَمَّارَ بْنَ يَاسِرٍ تَوَضَّأَ فَخَلَّلَ لِحْيَتَهُ فَقِيلَ لَهُ أَوْ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ أَتُخَلِّلُ لِحْيَتَكَ قَالَ وَمَا يَمْنَعُنِى وَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ.

Artinya :
Menceritakan pada kami Ibn Abi Umar dari sufyan bin Uyainah dari Abdul Karim bin Abi Al-Muraqi Abi Umayyah dari Hasa bin Bilal berkata Saya melihat umar bin Yasir berwudhu, maka ia menyela-nyela jenggotnya mak saya berkata padanya apakah engkau menyela-nyela jenggotmu? Maka ia berkata saya melihat Rasulullah Saw terbiasa menyela-nyela jenggotnya. (HR. Ibn Majah, dan Tirmidzi mengesahkannya)

f.Tiga kali tiga kali.

عَنْ أَبِى أُمَامَةَ قَالَ وَصَفَ وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ ثَلاَثاً ثَلاَثا وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم الْمَأْقَيْنِ

Artinya :
“Dari Abi Umamah bahwasannya ia mensifati wudlunya Rasulullah saw lalu ia menyebutkan tuga kali tiga kali dan ia berkata Rasulullah saw biasa membasuh kelopak matanya. (HR. Ahmad).

g.Menggerak-gerakkan Cincin & Menyela-nnyela Jari.

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ مُحَمَّدٍ الرَّقَاشِىُّ حَدَّثَنَا مَعْمَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى رَافِعٍ حَدَّثَنِى أَبِى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا تَوَضَّأَ حَرَّكَ خَاتَمَهُ.

Artinya :
“Dari Abdul Malik bin Muhammad Ar-Raqasy dari Ma’mar bin Muhammadi bin Ubaidillah bin Abi Raf’in dari Abu Rafi’ bahwasanny Rasulullah saw apabila wudhu menggerak-gerakan cincinnya. (HR. Ibn Majah dan Daraquthi)

Dan sebuah hadis lain yang berbunyi:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِذَا تَوَضَّأْتَ فَخَلِّلْ بَيْنَ أَصَابِعِ يَدَيْكَ وَرِجْلَيْكَ

Artinya :
”Dan dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apabila kamu berwudlu maka sela-selalah jari jari-jari kedua tanganmu dan kakimu. (HR. Ahmad, Ibn Majah, Turmudzi)

Mengenai hadis pertama yang menyatakan “Apabila Rasulullah wudhu beliau menggerak-gerakan cincinnya” menurut Ibn Taimiyah hal ini dimaksudkan agar dengan digerak-gerakan ataupun diputar-putarnya cincin itu adalah untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang ada dibawah cincin yang sedang dikenakan. Berlandaskan rasionalisasi tersebut maka menggerak-gerakkan sesuatu yang sifatnya sama dengan cincin seperti halnya gelang atau perhiasan yang lainnya yang dikhawatirkan akan ada kotoran dibaliknya hukumnya sama dengan menggerak-gerakkan cincin.

Sedangkan Sabda Rasulullah saw “Apabila kamu berwudlu maka sela-selalah jari jari-jari kedua tanganmu dan kakimu” Hadis ini merupakan salah satu dari sekian hadis yang menunjukkan diperintahkannya menyela-nyela jari-jari kedua tangan dan kedua kaki yang mana antara hadis yang satu dengan hadis lainnya saling menguatkan sehingga menurut Ibn Taimiyah hal ini menunjukkan akan kewajibannya.9

h.Mengusap Kepala.

عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم َسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ ، فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ ، بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ ، حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ، ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِى بَدَأَ مِنْهُ ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ

Artinya :
”Dari Abdillah bin Said bahwa Rasulullah mengusap kepalanya dengan kedua tangannya lalu menjalankan kedua tangannya menuju kebelakang dan mengembalikannya. Yaitu ia memolai dari muka kepalanya kemudian menjalankan kedua tangannya ke-tengkuknya lalu mengembalikan kedua tangannya ketempat dimana ia memolai. (HR. Jama’ah)

Dalam Hadis lain Rasulullah pernah bersabda:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنِى مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنِ أَبِى مَعْقِلٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَتَوَضَّأُ وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ قِطْرِيَّةٌ فَأَدْخَلَ يَدَهُ مِنْ تَحْتِ الْعِمَامَةِ فَمَسَحَ مُقَدَّمَ رَأْسِهِ وَلَمْ يَنْقُضِ الْعِمَامَةَ.

Artinya :
”Menceritakan pada kami Ahmad bin Shalih dari Ibn Wahab dari Muawitah bin Shalih dari Abdul Aziz bin Muslim dari Abi Ma’qilin dan dari Anas ia berkata: Aku melihat Rasulullah saw wudlu padahal ia memakai serban Qithiriah, lalu ia memasukkan tangannya dari bawah serbannya, lalu mengusap muka kepalanya dan tidak melepaskan serbannya itu. (HR. Abu Dawud)

Sabda Rasulullah mengsap kepalanya dengan kedua tangannya dst”. Menurut Ibn Taimiyah Hadis ini menunjukkan diperintahkannya mengusap seluruh kepala. Ibn Abdil Bar dalam memandang bab ini yaitu mengenai hadis-hadis yang terkait dengan mengusap kepala, menurutnya hadis yang paling shahih adalah hadis dari Abdillah bin Zaid diatas. Dengan lafadz yang sama hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi pada bagian belakang ditambahkan dengan redaksi “dan telinga keduanya bagian luar dan dalam”.

Hadis ini dikuatkan dengan hadis Riwayat Ibn Majah:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ أَنْبَأَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ سِنَانِ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ عَنْ أَبِى أُمَامَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ

Artinya :
”Dari Muhammad bin Zaid Hammad bin Zaid dari Sinan bin Rubi’ah dari Syahri bin Hausyib dari Abi Umamah bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Dua telinga itu termasuk kepala”. (HR. Ibnu Majjah)

Adapun hadis kedua yang berkenaan dengan wudlunya orang yang memakai serban (Qithiriah) atau qathariah merupakan kain yang semacam selimut yang berkelir merah, dan ada juga yang mengatakan kain yang dibawa (berasal) dari Bahraih yaitu suatu tempat yang dekat dengan Oman. Al-Azhari berkata; dan tempat itu qathar kemudian dimasuki Ya’ Nisbat menjadi Qathariah. Terlepas dari definisi itu baik serban Qithiriah ataupun penutup kepala sejenisnya missal kerudung bagi wanita ataupun (menurut Imam Ahmad) berkaitan dengan orang yang rambutnya panjang dan tidak memungkinkan untuk dibasuh secara keseluruhan.10

i.Mendahulukan Bagian Kanan.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ أَشْعَثَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُحِبُّ التَّيَامُنَ فِى طُهُورِهِ وَنَعْلِهِ وَفِى تَرَجُّلِهِ.

Artinya :
“Dari Abdullah dari Abi dari Yahya dari Aisyah ia berkata: Nabi Muhammad saw menyukai mendahulukan bagian kanan, baik dalam memakai sandalnya, berjalannya, bersucinya, dan dalam segala urusannya. (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim).

Mengenai pendapat tentang hadis ini Ibn Taimiyah berpendapat bahwa mendahulukan yang kanan hukumnya hanyalah sunah, maka barangsiapa yang melewatkannya orang itu tidak memperoleh keutamaan akan tetapi wudlunya tetap sempurna.11

j.Doa Sesudah Wudlu.

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِى إِدْرِيسَ الْخَوْلاَنِىِّ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ الْحَضْرَمِىِّ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ - أَوْ فَيُسْبِغُ - الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ.

Artinya :
“Dari Usman bin Abi Syaibah dari Zaid bin Hubab dari Mu’awiyah bin Shalih dari Rabi’ah bin Yazid dari Abi Idris Al-Khaulani dari Jubairi bin Nufairin Al-Khadrami dari Uqbah bin Amir Al-Juhany Rasulullah saw bersabda: tidak seorang pun diantara kamu yang berwudlu lalu menyempurnakan wudlunya kemudian membaca “Aku mengakui bahwa tiada sesembahan/Tuhan selain Allah yang maha esa tiada sekutu baginya dan aku mengakui bahwa Muhammad adalah hambanya dan utusannya yang tidak lain akan dibukakan untuknya pintu surga yang delapan yang mana ia akan masuk dari pintu mana yang ia kehendaki. (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud).

k.Sifat Wudlu Nabi.

حدثنا عبد العزيز بن عبد الله الأويسي قل حدثني إبراهيم بن سعد عن ابن شهاب أن عطاء بن يزيد أخبره أن حمران مولى عثمان أخبره
: أنه رأى عثمان بن عفان دعا بإناء فأفرغ على كفيه ثلاث مرات فغسلهما ثم أدخل يمينه في الإناء فمضمض واستنشق ثم غسل وجهه ثلاثا ويديه إلى المرافق ثلاث مرات ثم مسح برأسه ثم غسل رجليه ثلاث مرات مرار إلى الكعبين ثم قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( من توضأ نحو وضوئي هذا ثم صلى ركعتين لا يحدث فيهما نفسه غفر له ما تقدم من ذنبه

Artinya :
”Dari Usman bin Affan ra, bahwa ia pernah meminta bejana lalu menuangkannya keatas kedua telapak tangannya –tiga kali- kemudian membasuhnya, lalu memasukkan yang sebelah kanan didalam bejana kemudian berkumur dan menghisap air kehidung kemudian membasuh mukanya tiga kali dan kedua tangannya sampai siku-siku tiga kali kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kedua kakinya tiga kali sampai kedua mata kakinya, kemudian ia berkata: Aku melihat Rasulullah saw bwrwudlu seperti wudluku ini, lalu ia berkata: barangsiapa berwudlu seperti wudluku ini kemudian shalat dua rakaat dan hatinya tidak membisikkan sesuatu apapun dalam kedua rakaat itu maka Allah mengampuni dosanya yang telah lalu. (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim).


C. Hal-hal yang mewajibkan mandi serta tatacara dan etikanya.


a.Mandi Haid

حدثنا محمد قال حدثنا أبو معاوية حدثنا هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة قالت
: جاءت فاطمة بنت أبي حبيش إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقالت يا رسول الله إني امرأة أستحاض فلا أطهر أفأدع الصلاة ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( لا إنما ذلك عرق وليس بحيض فإذا أقبلت حيضتك فدعي الصلاة وإذا أدبرت فاغسلي عنك الدم ثم صلي

Artinya :
“Dari Muhammad berkata dari Abu Mu’awiyah dari Histam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah ra bahwa Fatimah binti abi jahsi sedang istihadah lalu aku bertanya kepada nabi saw, kemudian ia menjawab: itu hanya sebagaimana peluh, dan bukan haid. Maka apabila engkau sedang haidz maka tinggalkanlah shalat, dan kalau telah selesai maka mandilah dan sembayanglah. (HR. Bukhari)

b.Mandi Junub

عَنْ عَلِىٍّ قَالَ كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً فَسَأَلْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « إِذَا خَذَفْتَ فَاغْتَسِلْ مِنَ الْجَنَابَةِ وَإِذَا لَمْ تَكُنْ خَاذِفاً فَلاَ تَغْتَسِلْ

Artinya : “Dari ali ia berkata aku adalah seorang laki-laki yang sering keluar masdzi, lalu aku bertanya kepada Nabi saw, kemudian ia menjawab: dalam madzi itu ada wudlu dan di dalam mani itu ada mandi. (HR. Ahmad, Ibn Majah dan Turmudzi, dan Turmudzi mengesahkannya).

Sifat mandi

حدثنا محمد بن المثنى قال حدثنا أبو عاصم عن حنظلة عن القاسم عن عائشة قالت
: كان النبي صلى الله عليه و سلم إذا اغتسل من الجنابة ودعا بشيء نحو الحلاب فأخذ بكفه فبدأ بشق رأسه الأيمن ثم الأيسر فقال بهما على رأسه

Artinya :
“Dari aisyah ra. Ia berkata adalah rasulullah saw apabila mandi janabat,ia minta air dalam 1 bejana besar, lalu ia ambil air itu dengan tangannya kemudian memolai pada bagian kepala sebelah kanan, kemudian yang kiri, kemudian ia mengambil air dengan kedua telapak tangannya, lalu ia tuangkan diatas kepaanya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Refrensi

Al-Khalafi, Abdul Azhim bin Badawi, Al-Wajiz Panduan Fiqih Lenkap, 2007, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor
As-Sayukani, Imam, Terjemah Nailul Authar, himpunan hadis-hadis hukum. PT.Bina Ilmu 2001

Salim, Abu Malik Kamal bin As-Sayyid, Shahih Fiqhi Sunnah, 2006, Pustaka At-Tazkia,: Jakarta

Label