Senin, 27 Desember 2010

Akbar Tandjung: Kelembagaan HMI Harus Diperkuat


Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Akbar Tandjung, mengatakan, kelembagaan HMI harus diperkuat agar tidak terseret dalam dunia politik.

"HMI harus konsisten sebagai organisasi yang independen. Tidak masuk ke dalam carut marut perpolitikan yang ada," kata Akbar Tandjung dalam orasi politiknya pada Pelantikan Pengurus Besar HMI periode 2010-2012 di Tugu Proklamasi Jakarta, Senin malam.

Menurut dia, banyak alumni HMI yang masuk dunia politik, namun bukan berarti HMI terjebak dalam dunia politik.

"Kader-kader HMI harus memiliki sikap yang profesional sehingga HMI memiliki kekuatan moral yang akuntabel. HMI dibangun secara konsisten dari kekuatan moral, bukan kekuatan politik," katanya.

Akbar berharap kepemimpinan PB HMI periode 2010-2012 bisa memperkokoh HMI, memperkuat kelembagaan HMI, memperkuat basis kader-kadernya di kampus, sehingga tetap memiliki intelektualitas tinggi untuk mengatasi persoalan kompleks yang dihadapi bangsa ini.

HMI juga harus pro aktif memberikan masukan-masukan kepada pengambil kebijakan untuk kepentingan pembangunan bangsa dan berperan untuk mengawal demokrasi.

Diambil dari: http://www.antaranews.com/berita/1293468119/akbar-tandjung-kelembagaan-hmi-harus-diperkuat

Minggu, 19 Desember 2010

Gus Dur dan Siklus 100 Tahunan

Oleh: M. Mas'ud Adnan*

Hingga kini, mungkin publik belum tahu mengapa Gus Dur sering melawan arus sehingga terkesan kontroversial.Bapak demokrasi-pluralisme itu bahkan sering pasang badan ketika memperjuangkan prinsip kebenaran yang diyakini. Gus Dur, selain mewarisi sikap progresif-inovatif ayahnya, KH Abdul Wahid Hasyim, adalah penganut fanatik Thomas Carly. Menurut Carly, dunia membutuhkan pahlawan yang memiliki ''keberanian dan individualitas'' tersendiri. Prinsip Carly itu dipegang teguh oleh Gus Dur sejak muda, jauh sebelum terpilih sebagai ketua umum PB NU dalam muktamar ke-27 di Situbondo 1984.

Karena itu, mudah dipahami jika Gus Dur sangat teguh pendirian dan tampil sebagai pemimpin berkarakter. Gus Dur tak peduli meski harus berseberangan dengan para tokoh dan kiai sekalipun. Beliau tak peduli, apakah langkahnya memperjuangkan prinsip itu mengancam posisi dan popularitasnya. Sebab, pahlawan memang tak butuh aksesori sosial, seperti pujian atau popularitas.

Ketokohan Gus Dur yang ditopang oleh karisma, kecerdasan intelektual, dan geneologi kekiaian memang luar biasa. Bahkan, sebagian warga NU meyakini tokoh sekaliber Gus Dur hanya lahir sekali dalam 100 tahun. Jadi, kalau ingin ada Gus Dur lagi, kita harus menunggu 100 tahun lagi. Itu dianalogikan dengan kelahiran para mujaddid a'dham(pembaru besar) yang lahir dalam 100 tahun sekali. Siklus 100 tahun tersebut mengacu kepada hadis riwayat Abu Daud: Innalaha yab'astsu lihadzihil ummah 'ala ra'syi kulli miatin sanatin man yujaddidu laha amra diniha. Dalam redaksi lain, yub'atsu lihadzihil ummah fikulli sanatin man yujaddidu amra diniha.

***

KH Muchit Muzadi dan KH M. Cholil Bisri menyebut Gus Dur sebagai jimat NU. Sebutan itu secara faktual tidak berlebihan karena Gus Dur hadir membawa perubahan saat NU sedang dalam masa suram, tak berwibawa. Apalagi, sejak 1970-an -sebelum menjadi ketua umum PB NU- Gus Dur aktif membangun wacana tanding (counter discourses) tentang NU (Umar Masdar: 2005). Lewat tulisan-tulisannya di media massa, Gus Dur mengangkat tema kegenialan NU dan budaya pesantren.

Langkah Gus Dur itu strategis karena -seperti dikeluhkan Benedict R. O'G Anderson, ahli Indonesia dari AS- sampai 1975 tidak ada tulisan tentang NU. Anderson menyatakan, pada 1975 itu sedikit sekali akademisi -terutama di Barat- yang tahu NU, bahkan belum ada disertasi doktor tentang NU. Anderson saat itu meragukan apakah segera ada disertasi tentang NU. Padahal, NU salah satu kekuatan sosial, kulural, keagamaan, dan politik yang sangat berpengaruh di Indonesia selama bertahun-tahun (Anderson: 1977).

Kemampuan intelektual Gus Dur yang mengangkat tema NU dan pesantren di media massa menjadi awal jawaban dari kelangkaan karya ilmiah tentang NU. Gerakan intelektual itu kian gencar setelah Gus Dur terpilih sebagai ketua umum PB NU. Gus Dur bahkan menghidupkan mesin NU lewat gerakan pembaruan pemikiran Islam inklusif -populer dengan pribumisasi Islam.

Buahnya, terjadi ledakan intelektual dalam NU. Anak-anak muda NU, selain banyak mengikuti jejak Gus Dur menulis di jurnal ilmiah dan media massa, secara akademis sukses. Banyak anak muda NU yang kini menyandang gelar magister, doktor, dan profesor, baik lulusan dalam maupun luar negeri. Begitu juga, buku tentang NU hampir terbit tiap bulan. Bahkan, banyak sekali peneliti dan kandidat doktor dari luar negeri mengambil tema tentang NU sebagai objek kajian disertasi sejak Gus Dur memimpin NU, selain tentang Gus Dur sendiri.

Gus Dur juga melakukan pemberdayaan civil society dengan para aktivis LSM, HAM, dan demokrasi. Gus Dur bahkan melakukan gebrakan ekonomi dengan obsesi mendirikan 2.000 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusumma (NU-Bank Summa). Hingga kini, Nusumma eksis meski jumlahnya tak signifikan.

***
Berpijak dari sana, Gus Dur bukan cuma populer, tapi muncul -meminjam istilah Ulil Abshar Abdalla- mistifikasi terhadap Gus Dur. Mistifikasi adalah proses keyakinan mistik yang dilekatkan kepada seseorang yang dikagumi. Gus Dur, misalnya, diyakini sebagai waliyullah, weruh sa'durunge winarah, dan siapa yang menentang Gus Dur kualat. Namun, jika kita saksikan penghargaan publik setelah Gus Dur wafat, tampaknya ada benarnya. Konon, salah satu indikator wali, jika dia wafat, arus penghargaan massa terus mengalir secara permanen. Hingga kini, tiap hari ribuan orang menziarahi makam Gus Dur.

Maka, wajar jika lalu lahir massa pendukung Gus Dur yang dalam istilah Eric Hoffer disebut true believer, pemeluk teguh atau pendukung fanatik (Hoffer; 1993). Kelahirantrue believer itu masif, baik di kalangan gus, kiai, orang awam, maupun anak muda NU. Orang menyebut kelompok tersebut Gus Durian. Yaitu, kader-kader ideologis yang fanatik dan paham serta menyerap gagasan atau pemikiran Gus Dur.

Saya tekankan kepada kader ideologis untuk membedakan dengan ''santri kepentingan'' yang hanya memanfaatkan karisma Gus Dur untuk kepentingan subjektif politik. Santri kepentingan juga berbeda dengan santri pesantren yang memiliki ciri tawadlu,ikhlas, tanpa pamrih, dan sam'an watha'atan, sesuai kultur pesantren. Santri kepentingan adalah mereka yang hadir ke lingkungan Gus Dur untuk kepentingan politik pragmatis, tanpa memperjuangkan gagasan Gus Dur. Ironisnya, santri kepentingan itulah yang banyak mengitari Gus Dur. (*)

*). M. Mas'ud Adnan, Dirut Harian Bangsa, Sekjen Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng.

Tulisan ini sempat dimuat Jawa Pos, Senin, 08 Februari 2010,
Selain itu bisa dilihat juga pada situs: http://www.harianbangsa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2508:gus-dur-dan-siklus-100-tahunan-&catid=61:fikrah-kebangsaan&Itemid=53

Wallahua'lam...........

Faktor Person yang Mempengaruhi Prilaku Manusia

Ada dua macam psikologi sosial.

1. Psikologi sosial dengan huruf P besar
2. psikologi sosial dengan huruf S besar
Kedua pendekatan ini menekankan faktor-faktor psikologis dan faktor-faktor sosial. Atau dengan istilah lain faktor-faktor yang timbul dari dalam individu (faktor personal),dan faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar individu (faktor environmental).

McDougall menekankan pentingnya faktor personal dalam menentukan interaksi sosial dalam membentuk perilaku individu. Menurutnya, faktor-faktor personallah yang menentukan perilaku manusia. Menurut Edward E. Sampson, terdapat perspektf yang berpusat pada persona dan perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa instik, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar terdapat dua faktor.

Faktor Biologis
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan perngaruh lingkungan atau situasi. diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis. Yang paling penting dari motif biologis adalah kebutuhan makan-minum dan istirahat, kebutuhan seksual, dan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya.

Faktor Sosiopsikologis
Kita dapat mengkalsifikasikannya ke dalam tiga komponen:
Komponen Afektif
merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.
Komponen Kognitif
Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
Komponen Konatif
Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.


MOTIF SOSIOGENESIS
Motif sosiogenesis disebut juga dengan motif sekunder sebagai lawan motif primer (motif biologis). Berbagai klasifikasi motif sosiogenesis :
W.I Thomas dan Florian Znanieckci :
1. Keinginan memperoleh pengalaman baru
2. Keinginan untuk mendapatkan respons
3. Keinginan akan pengakuan
4. Keinginan akan rasa aman

David McClelland :
Kebutuhann berprestasi (need for achievement)
Kebutuhan akan kasih sayang (need for affiliation)
Kebutuhan berkuasa (neef for power)

Abraham Maslow :
Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)
Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs)
Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs)
Kebutuhan untuk pemenuhan diri (self-actualization)

Melvin H.Marx :
Kebuthan organismis :
Motif ingin tahu (curiosity)
Motif kompetensi (competence)
Motif prestasi (achievement)
Motif-motif sosial :
Motif kasih sayang (affiliation)
Motif kekuasaan (power)
Motif kebebasan (independence)
Motif sosiogenesis dapat dijelaskan dibawah ini :
1. Motif ingin tahu : mengerti menata dan menduga. Setiap orang berusaha memahami dan memperoleh arti dari dunianya.
2. Motif kompetensi : setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mampu mengatasi persoalan kehidupan apapun
3. Motif cinta : sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian.
4. Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas : erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk menunjukan eksistensi di dunia ini.
5. kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna hidup : Dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya.
6. Kebutuhan akan pemenuhan diri : Kita bukan saja ingin mempertahankan hidup, kita juga ingin meningkatkan kualitas kehidupan diri kita; ingin memenuhi peotensi-potensi kita.

KONSEPSI MANUSIA DALAM PSIKOANALISIS
Sigmund Freud, pendiri psikoanaliss adalah orang yang pertama berusaha merumuskan psiologi manusia. Ia memfokuskan perhatiannya kepada totalitas kepribadian manusia.
Menurut Freud perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsitem dalam kepribadian manusia :

Id
Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat manusia hewani.

Ego
Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator anatara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego dapat menundukan manusia terhadap hasrat hewaninya.

Superego
Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal. Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar.
Dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego).

TEORI BEHAVIORISME
Teori Behaviorisme Adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan.Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus).

Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Edward Edward Lee Thorndike (1874-(1874-1949))
Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi anatara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, adal eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.

Ivan Petrovich Pavlo (1849-1936)
Teori pelaziman klasik
Adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan respons terkondisikan.

Skinner (1904-1990)
Skinner menganggap reward(penghargaan) dan rierforcement(peneguhan) merupakan factor penting dalan belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal mengontrol tingkah laku. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operans conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operans yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.

Albert Bandura (1925-sekarang)
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman. Bandura menambahkan konsep belajar sosial (social learning). Ia mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar.

Behaviorsime memang agak sukar menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu, sedang kaum behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan pikiran orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai reaksi pada psikologi ”mentalistik”.


Sumber; http://kuliahkomunikasi.com/category/psikologi-komunikasi/

Jumat, 17 Desember 2010

Percaya Diri



Mungkin anda sering mendengar kata-kata; Jika Anda percaya diri, maka Anda akan lebih tahan terhadap berbagai masalah yang anda hadapi. Jika Anda percaya diri, maka Anda akan lebih mampu menghadapi variasi dari situasi pribadi, sosial dan bisnis yang makin ketat dan semakin keras dari hari ke hari. Jika Anda percaya diri, maka Anda akan lebih tahan untuk berhadapan dengan orang-orang besar, dengan orang-orang penting bahkandengan orang yang paling kritis sekalipun. Ingatlah bahwa tekanan yang makin kuat tidak hanya dialami oleh diri Anda sendiri, melainkan juga oleh setiap orang lain yang hidup bersama Anda di dunia ini. Jika Anda percaya diri, maka Anda akan lebih mampu menghadapi orang lain yang makin hari makin keras dan bukan tidak mungkin makin menyebalkan….
Percaya diri membuat Anda berbeda. Percaya diri bukan masalah penampilan saja, terserah apakah anda kurus, hitam, gemuk, pendek atau mungkin cacat. Karena percaya diri lebih mengarah kepada kepribadian bukan fisik. Percaya diri akan meningkatkan harga diri, motivasi diri, dan yang lebih penting akan melejitkan potensi diri Anda. PD atau “Percaya Diri” secara umum muncul karena dua factor yaitu factor Eksternal (Dari luar) dan factor internal (dari dalam)

Faktor Eksternal
1. Pola Asuh:
Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan bersama orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.
Sikap orang tua seperti perhatian, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membentuk sifat percaya diri sang anak. Sementara orangtua yang kurang memberikan perhatian pada anak, sering memarahi, dan jarang memupuji, akan menumbuhkan ketidak percayaan mereka pada kemampua diri sendiri. Sang anak menjadi yakin bahwa ia bukan orang yang hebat yang bias melakukan sesuatu yang besar, bahkan lebih parahnya ia akan menganggap “Mustahil baginya untuk menjadi besar”. Selain itu tindakan perlindungan yang berlebih-lebihan overprotective juga menghambat perkembangan kepercayaan diri pada anak karena anak tidak pernah diberi kesempatan untuk memecahkan masalahnya sendiri.
2. Lingkungan
“Manusia adalah anak lingkungannya” terkadang memang ungkapan itu benar atau lebih sering benarnya. Manusia dibentuk oleh lingkungannya begitu juga dengan perkembangan rasa percaya dirinya. Lingkungan psikologis dan sosiologis yang kondusif akan menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Anak yang tumbuh di tengah lingkungan masyarakat yang mau menghargai, menghormati dan tidak merendahkan usaha seorang anak akan menjadikan anak tersebut merasa dirinya “Bisa”, dengan begitu kepercayaan dirinya tumbuh.
3. Pendidikan
Institusi pendidikan yang mengambil sebagian besar waktu pertumbuhan seseorang juga sangat mempengaruhi sikap percaya diri. Siswa yang sering diperlakukan buruk (dihukum atau ditegur di depan umum) cenderung sulit mengembangkan percaya dirinya. Sebaliknya, yang sering dipuji, dihargai, diberi hadiah (apalagi di depan umum) akan lebih mudah mengembangkan konsep diri yang positif, sehingga lebih percaya diri.

Faktor Internal.
Faktor internal yaitu faktor yang bersumber dari dirinya sendiri, namun rasa kurang percaya diri yang diakibatkan dari diri sendiri sangat jarang. Karena secara umum orang yang memiliki pemahaman “Kurang” terhadap dirinya itu dipengaruhi dari persepsi orang lain yang kemudian diyakininya secara dinalsebagai konsep diri negatif.
PD erat kaitannya dengan konsep diri, cara pandang seseorang terhadap dirinya; baik dari sisi apa yang dipahami oleh dirinya sendiri, dari sisi apa yang dipahami oleh orang lain terhadap dirinya. Dan dari sisi nilai-nilai idealitas yang dituntut masyarakat secara umum terhadap dirinya. Yang penting adalah bagaimana seseorang memiliki konsep diri yang jelas. Dengan konsep diri yang jelas, seseorang akan mempercayai dirinya sendiri, mampu menilai posisi dan kualitas dirinya, serta dapat menempatkan diri dengan baik. Pada dasarnya hampir semua orang pernah merasakan minder atau tidak PD, hanya saja ada yang dengan cepat mampu meyakinkan dirinya ada yang butuh waktu lama atau bahkan sangat lama sekali untuk bangkit…

Membangun Rasa Percaya Diri (PD)
Sebenarnya yang paling mampu membangkitkan rasa percaya diri itu adalah “Diri Sendiri”, karena bagaimanapun diri Anda sendirilah yang memutuskan apakah anda akan merasa yakin atau tidak…! Motivasai ataupun nasehat yang diberikan oleh orang lain terkadang hanya berlaku sementara bagi diri anda, karena memang itulah sifat manusia. Ketika anda mendapat nasihat mungkin saat itu anda merasa “Mampu” dan menjadi PD’, namun selang waktu berjalan tidak jarang anda akan kehilangan lagi rasa percaya diri tersebut. Mengapa bisa seperti itu….? Jawabannya simple “Karena kepercayaan diri anda belum merasuk dalam jiwa anda, kepercayaan diri anda baru sebatas “Konsep Diri” menurut orang lain yang bisa saja anda yakini pada waktu itu dan bisa dengan mudah anda ingkari ketika pada perjalanan kedepan ada kenyataan lain.
Ingat “Hanya anda sendiri yang mampu merubah diri anda, bukan orang lain”. Berhentilah bermimpi besok anda akan bertemu dengan seseorang yang mampu menjadikan anda percaya diri, atau membayangkan aka ada makhluk asing yang mampu merubah bentuk badan anda sehingga anda dengan serta merta menjadi PD. Semua perubahan itu berawal dari diri sendiri, mulai sekarang biasakan berfikir positif, ikuti saran yang positif dan tolak saran yang negative, dan yang paling penting “jangan takut mengambil resiko” yakinkan diri anda kalau orang lain bisa mengapa anda tidak.



Refrence
Jannah, Izzatul, Everiday is PE DE Day, (Surakarta: Eureka, tt.), hal. 28-29.
Vieny, Dina, Rani, Membangun dan Mengasah PD, bahasan utama majalah UMMI Majalah Wanita. No4/XIV Agustus-September 2002/1423 H.hal11

Rabu, 15 Desember 2010

Penciptaan Perempuan dari Tulang Rusuk, (Antara Implikasi dan Problem Pemaknaan)

Dalam panggung sejarah kemanusaan didunia ini, proses dehumanisasi terhadap perempuan sering sekali ikut tertoreh didalamnya. Bukan hanya pada masa lampau, bahkan hingga sekarang kondisi tersebut masih dapat kita saksikan. 

Sebagai contoh, di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim kaum perempuan masih seringkali diletakkan sebagai second class. Hal itu terbukti dari apresiasi terhadap kaum perempuan yang belum sepenuhnya tercermin dalam pola prilaku masyarakat terhadap kaum hawa ini.

Fenomena diatas menjadi menarik untuk diperhatikan. Mengapa bisa muncul istilah second class terhadap kaum perempuan di negri yang nota benenya “Mayoritas Islam”?.

Padahal kita dapat lihat bagaimana letak perempuan dan laki-laki dalam tataran normatif-idealis islam yang sangat dipandang sejajar. Atau mungkinkah adanya istilah second class terhadap kaum perempuan itu justru muncul karena pemahaman terhadap sumber ajaran suci sendiri…?

Pandangan dunia dan ideologi manusia berkaitan erat dengan pandangan dunia dan ideologi yang disodorkan oleh agama yang dipeluknya. Dalam berbagai hakikat wujud dan substansi yang dimilikinya, pemeluk suatu agama mempunyai perspektif terhadap agama berupa serapan pikiran atas apa yang dibaca atau didengarnya. 

Ketika proses penerimaan kebenaran terhadap konsep agama tidak dibarengi dengan koreksi dan kritik maka kemungkinan kesalahan memperspektifkan berbagai subtansi wujud akan semakin melebar. Menarik untuk coba kita telusuri beberapa keterangan dalam agama Islam khususnya tentang perempuan.

Misalnya, “Hadis tentang penciptaan perempuan dari tulang rusuk laki-laki” merupakan salah satu dasar teologis yang seringkali dituding memiliki sumbangsi besar dalam memarjinalkan kaum perempuan. Penciptaan perempuan yang penulis maksudkan disini tentu saja bukan penciptaan yang selanjutnya, karena penciptaan selanjutnya dalam pandangan penulis itu sudah cukup jelas.

Hadis tersebut intinya berbicara seperti ini; ”Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian paling atas. Oleh karenanya jika kamu paksa untuk meluruskannya, dia akan patah, dan sebaliknya jika kamu biarkan dia akan bengkok” .

Umumnya, para ulama abad klasik menafsirkan hadis ini sebagaimana makna yang tertulis secara leterlek dalam hadis tersebut. Efek dari pemahaman yang seperti itu menjurus pada opini yang pada mulanya menyatakan bahwa Hawa itu diciptakan oleh tuhan dari tulang rusuknya Adam, dikemudian hari pemaknaan itu berkembang sehingga wanita yang hanya bagian dari tulang rusuk laki-laki dianggap lebih rendah kedudukannya.

Hadis lain yang senada dengan makna hadis diatas adalah: “Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok”. (H.R at-Tirmidzi dari Abu Hurairah ).

Sama seperti hadis senada diatasnya, Hadis di atas juga dipahami oleh sebagian ulama-ulama terdahulu secara harfiah, dan ujung dari pemaknaan seperti itu ialah diskriminasi gender. Namun beberapa ulama kontemporer memahaminya secara metafora, bahkan ada yang menolak keshahihan hadis tersebut. 

Golongan feminism yang memahami secara metafora berpendapat bahwa hadis di atas memperingatkan para laki-laki agar menghadapai perempuan dengan bijaksana, karena ada sifat, karakter dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan laki-laki. 

Bila tidak disadari akan mengantarkan kaum laki-laki bersikap tidak wajar, mereka juga tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan, kalau pun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.

Alamah Thabathaba’i (ra) dalam tafsirnya al-Mizan menulis, bahwa ayat di atas menegaskan bahwa: “Perempuan (istri Adam) diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam, dan ayat tersebut sedikitpun tidak mendukung paham sementara mufasir yang beranggapan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam. Kita dapat berkata, bahwa tidak ada satu petunjuk yang pasti dari ayat al-Qur’an yang dapat mengantarkan kita untuk mengatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk, atau bahwa unsur penciptaannya berbeda dengan laki-laki”. 

Dalam sebuah pelatihan ulama perempuan, KH. Husein Muhammad mengungkapkan kritik terhadap teks-teks hadis Kitab Syarh 'Uqud al-Lujjayn Syekh Nawawi Banten (1230-1314H/1813-1897M). Ummi Dzikriyati, seorang muballigah muda, peserta dari Meulaboh Nanggroe Aceh Darussalam merasa sakit ketika mendengar ada teks-teks hadis yang tidak ramah perempuan dan menyatakan ketidak-setujuannya atas pengungkapan hadis-hadis tersebut. 

Menurutnya, teks-teks hadis seperti ini tidak perlu lagi disebarkan ke masyarakat, tidak perlu dibahas, atau diungkapkan. Ia menyarankan untuk langsung memperkuat masyarakat, termasuk para ulama, da'i dan muballighah dengan teks-teks hadis yang mendudukkan perempuan secara setara dengan laki-laki, memberdayakan dan memuliakan. “Ini lebih membangkitkan semangat kami”, Ummi mengakhiri komentarnya terhadap presentasi KH Husein Muhammad .

Aisyah bint Abi Bakr ra., isteri tercinta Nabi Muhamnmad saw, dalam merespon hadis yang merendahkan perempuan, beliau pernah menggunakan metode kritik antar teks. Sekalipun bisa jadi hadis tersebut secara “riwayat sanad” adalah Valid atau Sahih. Namun jika bertentangan dengan teks lain yang kedudukannya lebih tingggi “semisal al-Qur’an, tentusaja keshahihan Suatu hadis jadi dipertanyakan ulang.

Ada suatu contoh menarik dari Hadis yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah ra. Yang intinya mengatakan bahwa perempuan itu salah satu sumber kesialan, perempuan itu bisa membatalkan shalat seseorang jika lewat di hadapannya, perempuan yang baik akan masuk neraka hanya karena tidak memberi makan kucing peliharaannya. Contoh lagi hadis Ibn Umar ra. mengenai keharusan perempuan ketika mandi janabah untuk mengurai seluruh rambutnya yang dikepang, dan lain-lain. Teks-teks hadis ini ditolak Aisyah, dengan menghadirkan ayat-ayat Alquran dan teks-teks hadis lain yang disaksikannya sendiri.

Dalam perkembangannnya kedepan (baca: Saat ini) Metode seperti ini juga yang dipakai oleh Riffat Hasan, seorang intelektulal muslim feminis dari Pakistan, dalam menolak beberapa teks hadis yang misoginis. Salah satu sasaran teks tersebut adalah teks Hadis mengenai penciptaan perempuan dari tulang rusuk yang bengkok. Penolakan ini didasarkan pada pernyataan Alquran yang lebih tegas, bahwa penciptaan manusia itu dari entitas yang satu (nafs wahidah), baik laki-laki maupun perempuan (QS. An-Nisa, 4: 1).

Di samping karena teks-teks hadis yang terkait isu itu, berbeda satu dari yang lain secara tajam. Riffat Hasan memastikan bahwa hadis-hadis penciptaan perempuan dari tulang rusuk laki-laki, pasti dipengaruhi riwayat dari orang-orang Yahudi. Atau apa yang disebut sebagai israiliyyat. Ide ini, seperti ditulis Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manarnya, timbul dari apa yang termaktub dalam Perjanjian Lama (Kejadian II: 21-22) yang mengatakan bahwa ketika Adam tidur lelap, maka diambil oleh Allah sebilah tulang rusuknya, lalu ditutupkan pula tempat itu dengan daging. Maka dari tulang yang telah dikeluarkan dari Adam itu, dibuat oleh Tuhan seorang perempuan.

Apa yang ditulis oleh Rasyid Ridha diatas hanyalah sebagian dari kemungkinan bukti masuknya Israiliat dalam kajian ke-Islaman. Disisi lain masih banyak studi komparasi teks model ini seperti apa yang coba di komparasikan oleh Faqihuddin Abdul Kodir. Dalam tulisannya ia mencoba memaparkan teks-teks ke-Islaman dengan teks-teks dari sumber lain. Sebagai sampel, penulis cantumkan dibawah ini secara singkat saja:

1. Dari Abi Hazim dari Abu Hurairah, berkata Rasulullah saw., “Aku wasiatkan kalian untuk berbuat-baik terhadap perempuan karena sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau meluruskannya, engkau akan mematahkannya; dan jika engkau meninggalkannya, dia akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berwasiat baiklah pada perempuan”.(Riwayat: Bukhari).

2. Dari A'raj dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah saw. berkata, “Perempuan itu bagaikan tulang rusuk, jika engkau mencoba meluruskannnya, engkau akan mematahkannya. Jadi, jika engkau ingin mendapatkan keuntungan darinya, ambillah kenikmatan padanya dan kebengkokan tetap padanya”.(Riwayat: Bukhari).

3. Dari Abi Hazim dari Abu Hurairah, Nabi saw. berkata, “Barang siapa yang percaya kepada Allah swt. dan hari kiamat, jangan menyakiti tetangganya dan berbuat baiklah kepada perempuan. Sesungguhnya, mereka diciptakan dari tulang rusuk, sesuatu bagian tulang yang paling bengkok. Jika engkau ingin meluruskannya, ia akan retak, dan jika engkau membiarkannya, ia tetap bengkok, oleh sebab itu, berwasiat baiklah kepada perempuan”.(Riwayat: Bukhari).

4. Dari Ibn Musayyab dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda, “Perempuan itu bagaikan tulang rusuk, jika engkau berusaha meluruskannya, engkau mematahkannya dan apabila engkau membiarkannya, engkau akan memperoleh keuntungan (kesenangan) darinya, dan dalam dirinya tetap masih ada kebengkokan”.(Riwayat: Muslim).

5. Dari A'raj dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya perempuan itu telah diciptakan dari tulang rusuk dan engkau tidak akan bisa meluruskannya pada satu jalan. Jika engkau ingin mengambil keuntungan darinya, ambillah keuntungan padanya dan padanya masih tetap ada kebengkokan. Dan jika engkau berusaha untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya (meretakkannya), dan meretakkannya berarti menceraikannya”. (Riwayat: Muslim).

6. Dari Abi Hazim dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda, “Orang yang percaya kepada Allah dan hari akhir, jika orang itu menyaksikan beberapa persoalan, orang tersebut harus mengatakannya dengan istilah yang baik atau hati-hatilah. Berwasiatlah dengan baik terhadap perempuan sebab perempuan diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok adalah bagian yang paling atas. Jika engkau berusaha meluruskannya, engkau akan meretakkannya, dan jika engkau membiarkannya, kebengkokannya akan tetap. Oleh karena itu, berwasiat baiklah terhadap perempuan”.(Riwayat Muslim).

Pendekatan inter-tekstualitas ini, biasanya juga diperkuat dengan pendekatan sejarah dengan melihat latar belakang perawi para sahabat, dan latar kehidupan sosial politik dan peradaban pada masa perkembangan teks-teks hadis tersebut. Dengan studi antar teks, ide penciptaan perempuan dari tulang rusuk sebenarnya bisa ditolak. Pertama, karena satu teks dengan teks yang lain bertentangan. Kedua, karena tidak sejalan dengan pernyataan Alquran (QS, 4: 1)


Ketiga karena ide tersebut hanya cocok dengan pernyataan dalam Kitab Kejadian dari al-Kitab. Yaitu teks berikut: “Lalu Tuhan Allah membuat manusia tidur nyenyak; ketika tidur Tuhan Allah mengambil tulang rusuknya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia”. (Kitab Kejadian, pasal 21-22).

Artinya, ide penciptaan perempuan dari tulang rusuk kemungkinan besar adalah bukan ide dari sumber-sumber Islam, tetapi dari sumber sebelumnya (israiliyyat), yang mungkin mempengaruhi para periwayat hadis. Karena itu, ide penciptaan dari tulang rusuk sebagaimana disebut dalam sebagian teks hadis, adalah tidak valid. Dengan demikian, teks Hadispun dianggap tidak Valid, atau tidak Sahih secara matan Hadis, bukan secara sanad.

Lebih lanjut Nurjannah Ismail, seorang ulama perempuan dari Aceh ini menyatakan: “Pesan utama dari hadis itu, agar para suami memperlakukan istrinya dengan baik, memperbaiki kekeliruan atau kesalahan istri dengan lembut dan bijaksana, dan jangan pula dibiarkan saja istri bersalah”. 

Nabi memanfaatkan penciptaan perempuan dari tulang rusuk yang bengkok untuk menjelaskan bahwa betapa laki-laki harus hati-hati dan bijaksana meluruskan kesalahan-kesalahan perempuan. Karena meluruskan kesalahan perempuan ibarat meluruskan tulang yang bengkok, kalau tidak hati-hati bisa menyebabkan tulang itu patah. 

Pada kesempatan lain, Nabi juga mengingatkan para suami untuk tidak berprilaku negatif terhadap istri, seperti menampar muka istri, menjelek-jelekkan istri, mengucilkan istri dari pergaulan di luar rumah, menceritakan rahasia istri kepada orang lain, kikir dalam memberi nafkah, dan lain-lain.

Menurutnya, jika pemaknaan Hadisnya seperti ini, maka tentu itu tidak bertentangan dengan ayat an-Nisa (4: 1) dan justru sejalan dengan perintah-perintah Islam yang lain. Baik yang ada pada Alquran, maupun pada teks-teks hadis. Seperti ayat wa 'asyiruhunna bil-ma'ruf (dan berbuat baiklah kamu kepada perempuan/istri), QS, an-Nisa, 4: 19 dan ayat ath-Thalaq, 65: 6, yaitu wa'tamiru bainakum bil-ma'ruf (dan musyawarahkanlah di antara kalian suami istri tentang segala sesuatu dengan cara baik). 

Salah satu teks hadis yang sejalan dengan pemaknaan di atas adalah teks hadis Imam at-Turmudzi: “akmalul mu'minina imanan ahsanuhum khuluqan, wa khiyarukum, khiyarukum li-nisa'ihim/ sebaik-baik orang-orang mukmin adalah mereka yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kamu adalah mereka yang berbuat baik pada istrinya”.

Memang menarik untuk diperhatikan “Dari tulang rusuk”, Kata min (dari) dalam bahasa Arab kadangkala bermakna sebagian dari sesuatu dan kadangkala bermakna penjelasan, artinya dari jenis sesuatu. Karena itu, karena Rasul saw. tidak membatasi persoalan tersebut dengan tegas, maka hadis ini menjadi mengandung sejumlah makna dan pengertian, tergantung bagaimana kita menafsirkannya. Munculnya diskriminasi dalam penafsiran mungkin (sebagaimana yang banyak digemborkan oleh kaum feminism) itu karena sangat sedikitnya kaum perempuan yang menjadi ahli tentang kitab suci (Mufasir). 

Sebagai penutup sekaligus renungan pemaknaan terhadap suatu teks, penulis coba mencantumkan beberapa tawaran pemaknaan terhadap kasus penciptaan perempuan dari tulang rusuk yang mungkin ini sudah sering kita dengar. Sebuah puisi menarik (yang entah karangan siapa) bunyinya seperti ini:

HAKIKAT: AWAL PENCIPTAAN WANITA

Wanita Diciptakan
Tidak Dari Kepala Pria
Karena Bukan Untuk Menjadi Atasan-Nya
Tidak Pula Dari Kaki Pria
Karena Bukan Untuk Menjadi Bawahan-Nya
Melainkan Dari Rusuk Pria
Dekat Dengan Tangan-Nya Untuk Dilindungi-Nya
Dekat Dengan Hati-Nya Untuk Dicintai Dan Disayangi-Nya
Berada Di Sisi-Nya Untuk Saling Mengisi
Berada Di Samping-Nya Untuk Saling Memberi
Berada Di Sebelah-Nya Untuk Saling Menghargai Dan Menghormati

Ada sebuah pendapat menarik (dari beberapa hasil clotehan penulis dengan kawan-kawan) bahwa bila dilihat dari persepsi terciptanya isteri dari tulang rusuk suami, maka tidak ada kemungkinan seorang laki-laki beristeri lebih dari satu. Tapi nyatanya Allah swt. telah memberi peluang bagi orang laki-laki untuk memiliki isteri lebih dari satu dengan catatan tidak boleh lebih dari empat orang wanita. Dari sinilah timbul pertanyaan, benarkah isteri terbentuk dari tulang rusuk laki-laki? Berapa tulang rusuk yang harus diambil dari orang laki-laki bila mempunyai empat orang isteri?


Wallahua’lam………..

DAFTAR PUSTAKA
Mernissi, Fatima. Pemikiran Islam kontempoler: Menggugat keadilan gender. Jendela, Yogyakarta 2003.
Ismail, Nurjannah. Perempuan dalam Pasungan
http//rahima.or.id.
Thabataba’i, Muhammad Husein, Tafsir al-Mizan
Baidan, Nashruddin. Tafsir bi al-Ra’yi; upaya penggalian konsep wanita dalam al-Qur’an. Pustaka pelajar 1999
Katsir, Ibnu. Tafsir, Bairut, Dar al-Fikr, 1992
Mustaqim, Abdul. Paradigma Tafsir Feminis. Logung Pustaka, Yogyakarta

Selasa, 14 Desember 2010

Relasi Agama & Negara; Sebuah Muqadimah

Agama & Negara merupakan institusi yang sangat penting bagi masyarakat. Para sosiologi teoetisi politik Islam merumuskan beberapa teori tentang hubungan Agama dan Negara. Teori tersebut secara garis besar dibedakan menjadi tiga paradigma pemikiran:
1. Paradigma Intergralistik; Dalam paradigma intergralistik, agama dan negara menyatu (intergreted).
2. Paradigma Simbiotik; Agama dan negara, menurut paradigma ini, berhubungan secara simbiotik / hubungan yang bersifat timbal balik dan saling menguntungkan (Simbiotik mutualisme).
3. Paradigma Sekularistik; Pandangan atau faham ini sangat menganjurkan pemisahan (disparitas) agama atas negara dan pemisahan negara atas agama.

Dari ketiga Paradigma diatas Indonesia secara umum masuk pada paradigma kedua (Paradigma Simbiotik)dimana peran Agama & Negara Tidak menyatu (Indosesia bukan Negara Islam meski mayoritas masyarakatnya Islam) dan tidak terpisah. Negara Indosesia menjamin kebebasan beragama serta melindungi para penganut agama sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya".

Tidak dapat disangkal bahwa kedudukan Agama dalam suatu masyarakat pasti dimaknai sebagai sumber etika moral dan mempunyai kedudukan yang sangat vital. Agama memiliki kaitan yang sangat erat dengan perilaku seseorang dalam interaksi sosial kehidupannya. Agama apapun pada dasarnya mengajarkan kebaikan, namun dalam beberapa lokus masyarakat, Agama juga hampir selalu dijadikan sebagai alat ukur atau pembenaran (Justifikasi) dalam setiap langkah kehidupan. Pembenaran atas nama Agama itu terjadi dalam interaksi terhadap sesama maupun kepada sumber Agama tersebut “Hubungan dengan sesama Manusia dan hubungan dengan Tuhannya”. Akibatnya dalam ranah horisontal (Hubungan sesama manusia) konflik antar agama sering kali tidak terelakkan.

Gesekan-gesekan tersebut (Konflik antag agama) pada dasarnya dapat diredam jika masyarakat yg beragama mau memahami pentingnya kebersamaan dan kerukunan hidup antar Agama demi kemajuan bersama. Pada tataran inilah seharusnya Negara mengambil peran, bagaimana usaha negara memunculkan kecintaan tanah air dan kebersamaan sehingga semboyan bhineka tunggal ika bisa terwujud. Bukan hanya pada wilayah "Sosialisasi kerukunan antar umat beragama", Negara dengan haknya hendaknya juga mampu menciptakan system yang mengatur wacana tersebut sehingga mampu mengakomodir semua Agama yang ada di dalam Negri ini & kerukunan antar umat beragama tidak hanya mencadi wacana & omong kosong belaka.

Hal ini menjadi penting karena perbedaan yang radikal dari system sebuah Negara dengan kepercayaan Masyarakat secara umum terlalu sering menimbulkan benturan-benturan antara Agama dan Negara. Untuk kasus Indonesia sendiri dalam kacah sejarah (Prespktf Islam - Indonesia) sebenarnya telah memberi contoh dengan melakukan usaha-usaha yang tak ringan. Bukan hanya dimolai sejak perebutan dasar Negara yang berakhir dengan dihapusnya tujuh kata piagam Jakarta, namun jauh sejak sebelum “RI” perjuangan mempertahankan nilai-nilai islam ataupun simbolisasi Islam yang tujuannya agar islam itu tetap axsis itu telah ada. Hal itu terus menggelinding dan belum sampai titik final, Dialektika hukum Islam dengan kekuasaan politik Negara Pancasila ini pun tak pelak lagi terjadi secara terus menerus. Pada wilayah inilah politik hukum suatu negara memegang peranan penting bahkan kadang menghegemoni dalam menentukan pelaksanaan sebuah hukum.

Meminjam istilah Bahtiar Effendy “Islam Multi Interpretatif”. Watak interpretatif ini kalau kita amati memang benar dan telah berperan sebagai dasar dari kelenturan Islam dalan sejarah. Selebihnya, hal itu juga mengisyaratkan keharusan pluralisme dalam tradisi Islam. Karena sebagaimana telah dikatakan oleh banyak pihak, Islam tidak bisa dan tidak seharusnya dilihat secara monolitik. Ini berarti bahwa Islam yang empirik dan aktual akan berarti lain bagi orang Islam lainnya. Dan sejajar dengan itu, ia akan dipahami dan digunakan secara berbeda. Jika perspektif ini diletakkan dalam konteks kehidupan politik Islam kontemporer, maka upaya untuk mendirikan negara Islam bisa dipahami secara berbeda oleh kalangan Islam yang lainnya. Apakah Islam sebagai symbol dalam suatu Negara ataukah Islam sebagai sebuah tatanan nilai dalam suatu Negara…? “sebuah perdebatan klasik yang tak ujung usai”.

Label